Air asam tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai “acid mine drainage (AMD)” atau “acid rock drainage (ARD)” terbentuk saat mineral sulphida tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi asam.
Hasil reaksi kimia ini, beserta air yang sifatnya asam, dapat keluar dari asalnya jika terdapat air penggelontor yang cukup, umumnya air hujan yang pada timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar dari sumber-nya inilah yang lazimnya disebut dengan istilah AAT tersebut.
AAT adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada air asam yang timbul akibat kegiatan penambangan, untuk membedakan dengan air asam yang timbul oleh kegiatan lain seperti: penggalian untuk pembangunan pondasi bangunan, pembuatan tambak, dan sebagainya.
Pada kegiatan penambangan, beberapa mineral sulphida yang umum ditemukan adalah:
· FeS2: pyrite
· Cu2S: chalcocite
· CuS: cuvellite
· CuFeS2: chalcopyrite
· MoS2: molybdenite
· NiS: millerite
· PbS: galena
· ZnS: sphalerite
· FeAsS: arsenopyrite
Pyrite merupakan mineral sulphida yang umum ditemukan pada kegiatan penambangan, terutama batubara. Reaksi oksidasi pyrite adalah seperti ditunjukkan oleh reaksi kimia berikut, dengan air dan oksigen sebagai faktor penting.

TANDA-TANDA PEMBENTUKAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP LINGKUNGAN
Terbentuknya AAT ditandai oleh satu atau lebih karakteristik kualitas air sbb.:
Terbentuknya AAT ditandai oleh satu atau lebih karakteristik kualitas air sbb.:
· nilai pH yang rendah (1.5 – 4)
· konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium, mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury
· nilai acidity yang tinggi (50 – 1500 mg/L CaCO3)
· nilai sulphate yang tinggi (500 – 10.000 mg/L
· nilai salinitas (1 – 20 mS/cm)
· konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila AAT keluar dari tempat terbentuknya dan masuk ke sistem lingkungan umum (diluar tambang), maka beberapa faktor lingkungan dapat terpengaruhi, seperti: kualitas air dan peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, sebagai habitat biota air, sebagai sumber air untuk tanaman, dsb); kualitas tanah dan peruntukkanya (sebagai habitat flora dan fauna darat), dsb.
FAKTOR PENTING
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat adalah:
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat adalah:
· konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulphida
· keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir melalui mekanisme adveksi dan difusi
· jumlah dan komposisi kimia air yang ada
· temperatur
· mikrobiologi
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukan AAT sangat tergantung pada kondisi tempat pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas menyebabkan proses pembentukan dan hasil yang berbeda.
Terkait dengan faktor iklim di Indonesia, dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi di beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan AAT memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki kondisi iklim yang berbeda.
Terkait dengan faktor iklim di Indonesia, dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi di beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan AAT memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain, karena memiliki kondisi iklim yang berbeda.
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCEMARAN AIR TANAH OLEH AIR ASAM TAMBANG
a. Lapisan Tanah tempat air asam terbentuk
Tergantung pada jenis pertambangannya, kebanyakan air asam tambang terjadi pada tambang terbuka karena terjadi kontak langsung dengan udara dan air. Tanah sendiri terdiri dari beberapa lapisan. Air asam tambang yang terbentuk nantinya akan melewati beberapa lapisan tanah sebelum sampai ke muka air tanah. Air asam tambang yang lewat tadi dapat melarutkan logam logam berat yang terkandung sewaktu berada di cebakan maupun logam logam berat yang sudah terkandung di dalam tanah, yang nantinya logam berat tersebut dapat terakumulasi di Air tanah yang tercemari air asam tambang.
b. Porositas dan Permeabilitas Tanah
Porositas adalah kemampuan tanah dalam menahan cairan sedangkan permeabilitasnya adalah kebalikannya yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan cairan. Semakin rendah tingkat porositas dan semakin tinggi permeabilitas tanah semakin cepat juga air asam tambang sampai ke sumber air tanah. Jenis tanah dengan permeabilitas tinggi akan mudah dilalui oleh air asam tambang, yang kemudian mengalirkannya sampai bertemu muka air tanah. Curah hujan yang tinggi pada daerah-daerah tertentu (daerah permeabel) dapat menyebabkan infiltrasi air menjadi lebih cepat.
c. Letak muka air tanah terhadap air asam tambang
Semakin dekat tempat cebakan tambang dengan muka air tanah semakin tinggi kemungkinan pencemaran yang terjadi pada air tanah oleh asam tambang, karena lapisan tanah yang dilewati tidak jauh sehingga tingkat keasamannya juga tidak sempat dinetralkan oleh lapisan lapisan tanah.
MEKANISME PENCEMARAN AIR TANAH OLEH AIR ASAM TAMBANG
Hidrogeologi adalah suatu studi interaksi antara kerja kerangka batuan dan airtanah yang dalam prosesnya menyangkut aspek-aspek kimia dan fisika yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan bumi. Berbicara hidrogeologi tidak akan lepas dari daur hidrologi sebagai berikut; evaporasi dari tanah atau air laut dan transpirasi dari tumbuh-tumbuhan – kondensasi dalam awan – presipitasi dalam bentuk hujan – infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah atau menjadi air limpasan (sungai dan danau) – kembali evapotranspirasi. Iskandarsyah, T. 2008
Di daerah pedataran dan kaki pegunungan yang memiliki vegetasi sangat lebat hujan akan meresap (infiltrasi) dengan baik ke dalam tanah, sedangkan di daerah lereng pegunungan yang cukup terjal hujan akan lebih cepat melimpas ke dalam saluran-saluran sungai daripada berinfiltrasi ke dalam tanah (kecepatan runoff atau kecepatan infiltrasi. Iskandarsyah, T. 2008
Air yang meresap ke dalam tanah akan membentuk suatu sistem aliran air bawah permukaan (airtanah), yang akan berbeda pada masing-masing daerah, tergantung dari litologi dan bentang alamnya. Litologi atau lapisan batuan yang mengandung airtanah disebut lapisan akifer. Berdasarkan sifat fisik dan kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
• Akifer bebas, yaitu akifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan merupakan air tanah dangkal (umumnya <20>
• Akifer setengah tertekan, disebut juga akifer bocor (leaky aquifer), merupakan akifer yang ditutupi oleh lapisan akitard (lapisan setengah kedap) di bagian atasnya, dapat dijumpai pada daerah volkanik (daerah batuan tuf).
• Akifer tertekan (confined aquifer), yaitu akifer yang terletak di antara lapisan kedap air (akiklud), umumnya merupakan airtanah dalam (umumnya > 40 m) dan terletak di bawah akifer bebas. Airtanah dalam adalah airtanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih baik daripada airtanah dangkal, oleh karenanya umum dipergunakan oleh kalangan ndustry termasuk di dalamnya kawasan pertambangan (Iskandarsyah, T. 2008).
Tanah adalah lapisan penutup permukaan bumi yang tidak terkonsolidasi, terdiri dari mineral dan bahan organik yang terbentuk akibat pelapukan batuan penyusun kerak bumi. Tanah tersebut dapat terbentuk dari batuan yang berada di bawahnya (residual soil) atau berasal dari batuan yang tererosi dari tempat lain (transported soil). Tanah residu dapat terdiri dari lapisan-lapisan yang disebut horison, mulai dari horison O (top-soil, didominasi oleh bahan organik), horison A (sub-soil, prosentase mineral lebih besar daripada bahan organik), horison B (didominasi oleh mineral yang menyusun partikel-partikel batuan yang sangat halus), dan horison C (bedrock, lapisan batuan yang belum teralterasi penuh).
Airtanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi (daerah tangkapan) ke daerah yang lebih rendah (daerah buangan) menuju laut. Daerah tangkapan didefinisikan sebagai bagian dari suatu daerah aliran (catchment area) dimana aliran airtanah jenuh menjauhi permukaan tanah, sedangkan daerah buangan didefinisikan sebagai bagian dari catchment area dimana aliran airtanah menuju permukaan tanah. Kedudukan muka airtanah (pada akifer bebas) maupun muka pisometrik (pada akifer tertekan) merupakan hal yang penting untuk diketahui, karena mencerminkan kesetimbangan hidrodinamika airtanah di suatu daerah. Pengukuran kedudukan airtanah dapat dilakukan pada sumur gali penduduk atau pada sumur bor dalam waktu yang relatif sama dan dibedakan antara muka airtanah bebas dengan muka airtanah tertekan, sehingga hasil pengukuran hanya menggambarkan kondisi airtanah pada suatu waktu tertentu. Hasil pengukuran ini dituangkan menjadi suatu peta yang menggambarkan bentuk morfologi permukaan airtanah beserta arah alirannya (termasuk di dalamnya aliran permukaan), berdasarkan peta tersebut dapat dihitung gradien hidrolika (kemiringan muka airtanah) daerah bersangkutan. Namun demikian, kadang-kadang arah aliran airtanah pada daerah pertambangan agak sulit untuk ditentukan, seperti misalnya daerah satuan batugamping yang memiliki sistem rekahan yang cukup kompleks. Iskandarsyah, T. 2008
Seperti yang telah disebutkan diatas, air tanah sendiri utamanya bersumber dari air hujan yang meresap (berinfiltrasi) ke bawah melewati ruang pori diantara butiran tanah. Jadi mekanisme air asam tambang sendiri karena bentuk dasarnya adalah cairan maka utamanya pencemaran air tanah tidak lepas dari siklus hidrologi yaitu seperti dijelaskan diatas melibatkan diantaranya adanya presipitasi (hujan) dan infiltrasi.
Proses pencemaran airtanah di kawasan pertambangan dimulai dengan menyerapnya air dari presipitasi yang jatuh di atas landfill (timbunan overburden), bercampur dengan cairan yang telah terdapat dan terbentuk sebelumnya, membentuk suatu larutan yang disebut air asam tambang. Air asam tambang ini kemudian bergerak ke bawah menuju muka airtanah. Tanah dengan kandungan mineral lempungnya yang cukup besar dapat bertindak sebagai filter bagi terjadinya pencemaran airtanah. Namun karena keberadaan lempung pada tanah berbeda-beda, maka pada beberapa tempat dan situasi kemampuan tanah untuk memfilter akan berbeda sehingga tingkat pencemaran air tanahnya juga berbeda.
PREDIKSI DAN IDENTIFIKASI
Prediksi dan identifikasi pembentukan AAT dapat dilakukan melalui penyelidikan karakter geokimia dari batuan. Dikenal ada dua cara untuk hal tersebut, yaitu melalui static test dan kinetic test.
Metode pengujian yang umum untuk static test meliputi: Net Acid Generation (NAG), Acid Neutralizing Capacity (ANC) dan analisa kandungan total sulfur (S) untuk mendapatkan nilai Maximum Potential Acid (MPA). Perlu diketahui bahwa nilai MPA yang dihitung berdasarkan total sulfur ini cenderung lebih besar potensi sebenarnya, karena yang terukur dalam total sulfur tidak hanya sulphide-sulfur, tapi juga organic-sulfur dan sulfate-sulfur. Dari nilai ANC dan MPA, kemudian dapat dihitung nilai Net Acid Production Potential (NAPP), dimana NAPP = MPA – ANC.
Berdasarkan nilai pH dari uji NAG dan nilai NAPP, maka selanjutnya dapat dilakukan pengklasifikasian jenis batuan berdasarkan sifat geokimianya. Sebagai contoh adalah seperti dibawah ini:
NAG pH ≥ 4; NAPP≤0: Non Acid Forming (NAF) dan NAG pH<0; NAPP>0: Potentially Acid Forming (PAF)
Selanjutnya, untuk mengetahui lebih detail kemungkinan pembentukan AAT, dilakukan kinetic test yang umum dilakukan dengan menggunakan kolom. Kondisi basah dan kering diterapkan terhadap batuan pada kolom, dan perubahan nilai parameter kualitas air yang keluar dari kolom tersebut dianalisa untuk mengetahui perilaku atau trend pembentukan AAT-nya.
Design kolom dan ukuran batuan dalam pengujian ini sangat penting untuk diperhatikan. Pada umumnya, static test dilakukan untuk mengetahui secara cepat potensi pembentukan AAT dari sejumlah batuan, sedangkan kinetic test, dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil yang mewakili, dilakukan untuk mengetahui karakter batuan yang dominan di sebuah lokasi tertentu, atau untuk mempertajam hasil analisa dari static test. Pengujian kolom juga dapat dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yang lain seperti untuk mengetahui pengaruh faktor lain (curah hujan, pencampuran dengan material lain, perubahan faktor fisik, dsb) terhadap pembentukan AAT.
PENANGANAN
Secara umum, penanganan masalah AAT dibagi dua, yaitu: pencegahan pembentukan AAT dan penanganan AAT yang telah terbentuk, khususnya yang akan keluar dari lokasi kegiatan penambangan.
1. Pencegahan pembentukan AAT
Pencegahan pembentukan AAT, seperti dijelaskan pada reaksi kimia diatas, dilakukan dengan mengurangi kontak antara mineral sulphida (dalam reaksi tersebut sebagai pyrite) dengan air dan oksigen diudara. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan menempatkan batuan PAF pada kondisi dimana salah satu faktor tersebut relatif kecil jumlahnya. Secara umum, dikenal 2 cara untuk melakukan hal tersebut, yaitu dengan menempatkan batuan PAF dibawah permukaan air (dimana penetrasi oksigen terhadap lapisan air sangat rendah) atau dikenal dengan istilah wet cover systems, atau dibawah lapisan batuan/material tertentu dengan tingkat infiltrasi air dan difusi/adveksi oksigen yang rendah, umumnya disebut sebagai dry cover system. Dengan menerapkan metode ini, diharapkan pembentukan AAT dapat dihindari.
2. Penanganan AAT yang telah terbentuk
Penanganan AAT yang telah terbentuk, yang berpotensi keluar dari lokasi penambangan, dilakukan untuk mencapai kondisi kualitas air seperti yang disyaratkan dalam peraturan pemerintah tentang kualitas air. Secara umum terdapat dua cara pengolahan air, yaitu secara aktif dan pasif. Sebagai contoh, seperti disebutkan diatas, salah satu parameter penting yaitu pH. Untuk menaikkan nilai pH ke kondisi normal, maka dilakukan beberapa upaya diantaranya adalah dengan penambahan bahan kimia seperti kapur (lime). Secara aktif, kapur (berbentuk serbuk/tepung) dicampurkan secara langsung dengan air asam di saluran air atau wadah khusus, atau di kolam penampungan air. Sedangkan secara pasif, air asam dialirkan melalui saluran-saluran dimana terdapat kapur (dalam bentuk batuan) sebagai “media penetral” air asam yang melaluinya.
HUBUNGAN AIR ASAM TAMBANG DENGAN HIDROGEOLOGI
Seperti yang telah disebutkan diatas, air tanah sendiri utamanya bersumber dari air hujan yang meresap (berinfiltrasi) ke bawah melewati ruang pori diantara butiran tanah. Jadi mekanisme air asam tambang sendiri karena bentuk dasarnya adalah cairan maka utamanya pencemaran air tanah tidak lepas dari siklus hidrologi yaitu seperti dijelaskan diatas melibatkan diantaranya adanya presipitasi (hujan) dan infiltrasi.
Proses pencemaran airtanah di kawasan pertambangan dimulai dengan menyerapnya air dari presipitasi yang jatuh di atas landfill (timbunan overburden), bercampur dengan cairan yang telah terdapat dan terbentuk sebelumnya, membentuk suatu larutan yang disebut air asam tambang. Air asam tambang ini kemudian bergerak ke bawah menuju muka airtanah. Tanah dengan kandungan mineral lempungnya yang cukup besar dapat bertindak sebagai filter bagi terjadinya pencemaran airtanah. Namun karena keberadaan lempung pada tanah berbeda-beda, maka pada beberapa tempat dan situasi kemampuan tanah untuk memfilter akan berbeda sehingga tingkat pencemaran air tanahnya juga berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar